Badan
Pusat Statistik melakukan survey daring tentang dampak covid-19 terhadap pelaku
usaha pada 10-26 Juli 2020 dengan jumlah responden 34.559 dengan cakupan semua
lapangan usaha kecuali pemerintahan, aktivitas rumah tangga pemberi kerja, dan
badan internasional yang disebar di seluruh pulau-pulau di Indonesia. Hasil
survey menyatakan bahwa pemberlakuan physical distancing dan PSBB di beberapa
wilayah akibat pandemi juga berimbas pada operasional perusahaan. Sikap dan
kebijakan perusahaan terkait kondisi tersebut adalah: 8,76% Berhenti beroperasi
Beroperasi dengan penerapan WFH (remote atau teleworking) untuk sebagian
pegawai 5,45% Beroperasi dengan penerapan WFH (remote atau teleworking) untuk seluruh
pegawai 2,05% Beroperasi dengan pengurangan kapasitas (jam kerja, mesin dan
tenaga kerja) 24,31% Beroperasi, bahkan melebihi kapasitas sebelum Covid-19
0,49% 58,95% Masih beroperasi seperti biasa. Pada 5 provinsi dengan kasus
Covid-19 tertinggi, secara rata-rata ada sebanyak 5 dari setiap 10 perusahaan
masih beroperasi seperti biasa.
Karena
hal tersebut maka perusahaan mengeluarkan beberapa kebijakan terkait tenaga
kerja. Pengurangan jam kerja menjadi kebijakan yang paling banyak dilakukan
oleh perusahaan yang masih beroperasi seperti biasa, kebijakan yang terbanyak
dilakukan selanjutnya adalah tenaga kerja dirumahkan (tidak dibayar) dan
memberhentikan pekerja dalam waktu singkat. Peningkatan jam kerja menjadi
kebijakan yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi bahkan
melebihi kapasitas sebelum Covid-19. 14 dari setiap 100 perusahaan yang
beroperasi dengan menerapkan WFH mengambil kebijakan tenaga kerja dirumahkan
(tidak dibayar). Ada berbagai upaya perusahaan untuk tetap mempertahankan
tenaga kerjanya meskipun aktivitas perusahaan sangat terdampak oleh pandemi.
Keputusan untuk melakukan PHK cenderung adalah langkah terakhir yang diambil
terhadap tenaga kerjanya.
Sektor
usaha mana yang paling berdampak Covid-19?
3
sektor tertinggi: Akomodasi dan makan minum 92,47%, jasa lainnya 90,90%,
transportasi dan pergudangan 90,34%. 3 sektor terendah: Air dan pengelolaan
sampah 68,00%, listrik dan gas 67,85%, real estate 59,15%. Provinsi Bali, DI
Yogyakarta, Banten, dan DKI Jakarta adalah empat provinsi yang pelaku usahanya paling
banyak mengalami penurunan pendapatan. Diversifikasi usaha mencakup upaya
menjalankan proses bisnis seperti biasa namun ada penambahan produk, bidang
usaha dan lokasi bisnis untuk meningkatkan pendapatan. Tiga sektor yang pelaku
usahanya paling banyak melakukan diversifikasi usaha adalah Industri
pengolahan; Penyediaan akomodasi dan makan minum; dan Perdagangan dan reparasi
kendaraan.
Dalam
rangka upaya pencegahan, pengendalian, dan memutus penyebaran Covid-19, pelaku
usaha menerapkan protokol kesehatan di lingkungan kerja. Secara rata-rata,
perusahaan di wilayah kota lebih patuh dalam menerapkan protokol kesehatan
dibandingkan perusahaan di wilayah kabupaten. Usaha berskala menengah dan besar
relatif lebih patuh pada penerapan protokol kesehatan di lingkungan kerja
dibandingkan usaha berskala kecil dan mikro. Tiga sektor dengan presentase
tertinggi perusahaan yang menerapkan protokol kesehatan di lingkungan kerja
adalah sektor jasa kesehatan, jasa pendidikan dan jasa keuangan.
PERAN
INTERNET DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK PEMASARAN
Pemanfaatan
internet dan Teknologi Informasi (TI) menjadi salah satu cara bagi pelaku usaha
untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan pendapatan. Pembatasan sosial
mengakibatkan cara pemasaran secara konvensional menjadi terbatas. Sarana
online menjadi solusi yang menjanjikan. 4 dari setiap 5 pelaku usaha yang
menggunakan internet dan TI untuk pemasaran via online mengaku bahwa cara
online ini berpengaruh dalam penjualan produk mereka. Perusahaan yang sudah
melakukan pemasaran via online sebelum pandemi mempunyai pendapatan lebih
tinggi 1,14 kali dibanding yang baru online saat pandemi.