Senin, 05 Juli 2021

Bagaimana pelaku usaha bertahan ketika awal pandemi menyerang?

 

Badan Pusat Statistik melakukan survey daring tentang dampak covid-19 terhadap pelaku usaha pada 10-26 Juli 2020 dengan jumlah responden 34.559 dengan cakupan semua lapangan usaha kecuali pemerintahan, aktivitas rumah tangga pemberi kerja, dan badan internasional yang disebar di seluruh pulau-pulau di Indonesia. Hasil survey menyatakan bahwa pemberlakuan physical distancing dan PSBB di beberapa wilayah akibat pandemi juga berimbas pada operasional perusahaan. Sikap dan kebijakan perusahaan terkait kondisi tersebut adalah: 8,76% Berhenti beroperasi Beroperasi dengan penerapan WFH (remote atau teleworking) untuk sebagian pegawai 5,45% Beroperasi dengan penerapan WFH (remote atau teleworking) untuk seluruh pegawai 2,05% Beroperasi dengan pengurangan kapasitas (jam kerja, mesin dan tenaga kerja) 24,31% Beroperasi, bahkan melebihi kapasitas sebelum Covid-19 0,49% 58,95% Masih beroperasi seperti biasa. Pada 5 provinsi dengan kasus Covid-19 tertinggi, secara rata-rata ada sebanyak 5 dari setiap 10 perusahaan masih beroperasi seperti biasa.

Karena hal tersebut maka perusahaan mengeluarkan beberapa kebijakan terkait tenaga kerja. Pengurangan jam kerja menjadi kebijakan yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan yang masih beroperasi seperti biasa, kebijakan yang terbanyak dilakukan selanjutnya adalah tenaga kerja dirumahkan (tidak dibayar) dan memberhentikan pekerja dalam waktu singkat. Peningkatan jam kerja menjadi kebijakan yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi bahkan melebihi kapasitas sebelum Covid-19. 14 dari setiap 100 perusahaan yang beroperasi dengan menerapkan WFH mengambil kebijakan tenaga kerja dirumahkan (tidak dibayar). Ada berbagai upaya perusahaan untuk tetap mempertahankan tenaga kerjanya meskipun aktivitas perusahaan sangat terdampak oleh pandemi. Keputusan untuk melakukan PHK cenderung adalah langkah terakhir yang diambil terhadap tenaga kerjanya.

Sektor usaha mana yang paling berdampak Covid-19?

3 sektor tertinggi: Akomodasi dan makan minum 92,47%, jasa lainnya 90,90%, transportasi dan pergudangan 90,34%. 3 sektor terendah: Air dan pengelolaan sampah 68,00%, listrik dan gas 67,85%, real estate 59,15%. Provinsi Bali, DI Yogyakarta, Banten, dan DKI Jakarta adalah empat provinsi yang pelaku usahanya paling banyak mengalami penurunan pendapatan. Diversifikasi usaha mencakup upaya menjalankan proses bisnis seperti biasa namun ada penambahan produk, bidang usaha dan lokasi bisnis untuk meningkatkan pendapatan. Tiga sektor yang pelaku usahanya paling banyak melakukan diversifikasi usaha adalah Industri pengolahan; Penyediaan akomodasi dan makan minum; dan Perdagangan dan reparasi kendaraan.

Dalam rangka upaya pencegahan, pengendalian, dan memutus penyebaran Covid-19, pelaku usaha menerapkan protokol kesehatan di lingkungan kerja. Secara rata-rata, perusahaan di wilayah kota lebih patuh dalam menerapkan protokol kesehatan dibandingkan perusahaan di wilayah kabupaten. Usaha berskala menengah dan besar relatif lebih patuh pada penerapan protokol kesehatan di lingkungan kerja dibandingkan usaha berskala kecil dan mikro. Tiga sektor dengan presentase tertinggi perusahaan yang menerapkan protokol kesehatan di lingkungan kerja adalah sektor jasa kesehatan, jasa pendidikan dan jasa keuangan.

PERAN INTERNET DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK PEMASARAN

Pemanfaatan internet dan Teknologi Informasi (TI) menjadi salah satu cara bagi pelaku usaha untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan pendapatan. Pembatasan sosial mengakibatkan cara pemasaran secara konvensional menjadi terbatas. Sarana online menjadi solusi yang menjanjikan. 4 dari setiap 5 pelaku usaha yang menggunakan internet dan TI untuk pemasaran via online mengaku bahwa cara online ini berpengaruh dalam penjualan produk mereka. Perusahaan yang sudah melakukan pemasaran via online sebelum pandemi mempunyai pendapatan lebih tinggi 1,14 kali dibanding yang baru online saat pandemi.